|
Kendalikan Amarahmu! Author : Anthony Dio Martin Posted: 2010-06-29 00:00:00 | Category: Menarik Share this post :
Kendalikan Amarahmu!
Elizabeth
Kenny, seorang perawat yang menciptakan Kenny Methods untuk perawatan penderita
polio, suatu hari bertemu dengan sahabatnya, sesama perawat yang sedang
marah-marah.
Elizabeth tahu
beban-beban pekerjaan temannya tersebut, tetapi ia berusaha menasihati supaya
temannya tersebut dapat menjaga emosinya. "Ayolah, berusahalah tetap riang
dan tersenyum," kata Elisabeth. Dengan nada yang masih agak kesal,
temannya berkata, "Mudah bagimu untuk mengatakannya. Dengan beban sebanyak
ini bagaimana saya nggak marah-marah tiap hari! Namun, saya sendiri bingung,
bagaimana caranya kamu bisa menjaga dirimu supaya tetap tersenyum?" Dengan
senyum khasnya, Elizabeth
pun bercerita. Suatu ketika ia sedang begitu marahnya pada temannya karena
persoalan yang sebenarnya sepele. Lantas, ia dinasihati ibunya yang kini selalu
jadi pedomannya, yakni, "Elizabeth,
ingatlah. Orang yang bisa membuatmu marah, berarti ia telah menaklukkanmu. " Pembaca,
sebenarnya marah atau tidaknya kita, lebih tergantung pada respon kita daripada
penyebabnya. Sayangnya, kita seringkali membiarkan orang lain maupun situasi
yang menaklukkan dan mengendalikan tombol kemarahan kita. Saat di dalam antrean
yang panjang, saat mobil kita disalip, saat berdebat untuk hal-hal yang sepele,
saat benda yang kita butuhkan justru macet bekerja, saat tidak mendapatkan
pelayanan yang kita harapkan, saat kata-kata orang tidak seperti yang kita
harapkan, semuanya dengan cepat memicu api kemarahan kita. Bertahun-tahun
melakukan studi tentang kemarahan melalui kecerdasan emosional, membuat saya
yakin amarah bukanlah faktor genetik, bukanlah sesuatu yang tak dapat
dikendalikan, tetapi suatu proses yang bisa dipelajari. Sayangnya, tidak banyak
sekolah ataupun pembelajaran yang mengajarkan bagaimana kita bisa mengelola
kemarahan lebih baik. Padahal, akibat serta dampak negatif dari kemarahan
tersebut sudah tidak terhitung banyaknya. Saya mengenal beberapa orang yang
sempat mendekam di penjara karena kemarahannya yang tidak terkendali. Saya pun
mengenal karyawan yang kariernya mandek hanya karena pernah khilaf dan
kehilangan kendali emosinya di depan bosnya. Ada juga keluarga yang akhirnya
retak gara-gara sang suami tidak bisa mengendalikan emosinya. Bayangkan, sudah
berapa banyak ongkos yang harus dibayarkan gara-gara emosi yang tidak
terkendali ini.Berpikir positif Kadang-kadang memang banyak situasi orang lain
akhirnya memicu kemarahan kita. Karena cara berpikir mereka yang aneh, karena
kata-kata mereka yang menyakitkan, karena tindakan mereka yang membuat 'panas'
hati Anda. Apa pun tindakan mereka, sebenarnya ada suatu prinsip yang
mengajarkan, "Selalu ada intensi yang baik di balik perilaku
seseorang". Meskipun intensi tersebut tidaklah selalu sesuatu yang pas dan
bisa Anda terima, tetapi sesuatu itu bisa jadi positif. Misalkan saja, seorang
rekan saya belum lama ini kehilangan seekor ikan arwananya yang berharga jutaan
rupiah. Gara-garanya sangat sederhana. Ketika ia sedang keluar kota, istrinya
mencoba mencuci akuariumnya. Rupanya justru tindakan itu membunuh ikan
mahalnya. Saat pulang, ia begitu murka tahu ikan kesayangannya telah mati.
Akhirnya, selama seminggu lebih mereka tidak ngomong satu sama lain, karena
betul-betul merasa marah. Jadi, prinsip pertama yang perlu dipelajari di sini
adalah melihat adanya intensi atau niat baik di balik perilaku maupun tindakan
seseorang. Dengan cara ini, biasanya level kemarahan kita yang tinggi akan
lebih terkendali karena akhirnya kita mulai mecoba melihat bahwa ada alasan
yang 'sebenarnya baik' di balik perilaku seseorang tersebut. Seperti kisah si
istri yang mencuci akuarium suaminya, sebenarnya kan maksudnya baik yakni
'membersihkan akuarium kotor sehingga ikannya tidak mati'. Namun justru
perilaku tersebut membuat ikan suaminya malah mati. Maksudnya si istri
sebenarnya kan baik? Nah, hal berikutnya yang dapat mengendalikan emosi kita
adalah memahami bahwa terkadang orang mempunyai banyak masalah dan problem yang
di lemparkannya kepada kita. Yang sebenarnya punya masalah dan punya problem
adalah orang lain, tetapi karena tidak tahu harus mengeluarkannya ke mana,
akhirnya kitalah yang kena getahnya. Dengan memahami hal ini, maka kita pun
akan menjadi lebih tenang menghadapi orang lain yang kesal ataupun marah. Saya
pun teringat seorang yang bekerja di bagian customer service yang selalu bisa
mengendalikan dirinya dengan baik tatkala menghadapi komplain yang begitu
banyak. Saat ditanya mengenai strateginya, ia mengatakan, "Kenapa harus
menanggapi orang marah dengan kemarahan? Kita
kan tidak
apa-apa. Mungkin pihak dianya sedang ribut dengan istri dan anaknya." Mungkin
dia lagi punya masalah di kantor. Bayangkan, dia mungkin punya masalah dan
ternyata produk kami membuatkan masalah 'baru' buat dirinya. Itulah sebabnya dia
jadi marah-marah. "Saya tidak perlu gusar. Tugas saya justru membantu melegakan bebannya dengan memberikan solusi buatnya." Wow, sungguh suatu respons
yang sangat luar biasa. Termometer emosimu Saya sering kali mengajari orang
mengendalikan emosi dengan teknik membayangkan seakan-akan dalam tubuh kita
terdapat sebuah termometer yang dapat mengukur emosi kita. Berikanlah batas-batas pada termometer emosi kita di
mana kita tahu emosi kita masih termasuk wajar dan terkendali. Namun, sadarilah
dan waspadalah tatkala kita merasa bahwa termometer emosi kita sudah
menunjukkan tanda-tanda alarm yang berbahaya. Untuk bisa peka dengan termometer
ini, satu-satunya cara adalah dengan menjadi peka kapankah tanda-tanda bahasa
tubuh, reaksi fisik di mana biasanya berarti emosi Anda mulai tidak terkendali.
Seorang sahabat saya mengatakan, "Kalau saya mulai diam dan jantung saya
mulai berdegup kencang dan seluruh tubuh saya rasanya siap untuk memukul. Saat itulah saya tahu, kemarahan saya sudah di ambang
batas". Biasanya kalau sudah begitu, teman saya mengatakan ia akan minta
izin keluar ataupun pergi meninggalkan situasi tersebut supaya ia tidak perlu
lebih terpicu emosinya. Bahkan, kalau tidak punya pilihan maka yang ia akan
lakukan adalah duduk serta mengatur pernapasannya. Intinya, ia berusaha supaya emosinya
tidak terpicu semakin lebih tinggi. Memang, di dalam pelajaran Kecerdasan
Emosional terdapat istilah eskalator emosi, yang berarti pada saat emosi kita
tidak kita kendalikan, kecenderungannya adalah emosi tersebut biasanya akan
menjadi semakin tereskalasi atau semakin meninggi. Kalau tidak percaya cobalah perhatikan orang yang
berantem. Awalnya, hanya saling mengejek. Lantas dari situ, mulailah saling
memaki dan berikutnya mulailah tindakan fisik terjadi. Ini menunjukkan proses
eskalator emosi, seperti eskalator yang bergerak naik di mal-mal. Kalau sudah
demikian, maka kita harus sadar sebelum eskalator emosi kita bergerak ke atas
semakin tak terkendali, kita harus menghentikannya dan kita harus keluar dari
eskalator tersebut. Semoga beberapa butir mutiara pencerahan dari kecerdasan
emosional ini membuat kita mampu mengendalikan kemarahan kita menjadi sesuatu
yang lebih positif. Mari kita selalu berpegang pada prinsip, "Bukan emosi
yang mengendalikan saya tetapi sayalah yang mengendalikan emosi saya setiap
hari!"
|
|
Categories
|
|