|
Kebermaknaan Hidup Author : Adi W Gunawan Posted: 2011-02-02 00:00:00 | Category: Menarik Share this post :
Kebermaknaan HidupBulan lalu saya pulang ke Tarakan, kota kelahiran saya, untuk menghadiri
resepsi pernikahan seorang saudara sekalian nyambangi orangtua saya.
Keesokan harinya saya dan istri, Stephanie, beserta ayah saya nyekar ke
makam kakek dan nenek. Sudah hampir dua tahun saya tidak pulang ke
kampung halaman. Biasanya setiap awal April, saat ada upacara untuk
mengenang para leluhur, saya pasti pulang. Namun karena kesibukan yang
sangat luar biasa maka dua tahun terakhir ini saya terpaksa absen.
Saya menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya untuk memberikan
penghormatan dan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan mengenang semua
jasa kebaikan, pelajaran, cinta, dan hidup yang telah dibagikan kepada
saya, oleh kakek dan nenek saya tercinta. Walaupun mereka telah tiada,
tidak bersama kami lagi, namun kehidupan yang mengalir melalui mereka
dan terus ke kehidupan saya akan selalu saya kenang dan kembangkan.
Makam kakek dan nenek saya berdampingan dan letaknya di atas bukit.
Jadi, kami perlu sedikit mendaki. Dalam perjalanan ke atas, kami
melewati jalan sedikit berliku dan di samping kiri kanan terdapat banyak
makam.
Tiba-tiba saya mendapat insight atau pencerahan. Saya melihat makam demi
makam dan tidak ada satupun yang saya kenal. Yang ada hanya gundukan
tanah dan batu nisan dengan tulisan nama, tanggal lahir, dan tanggal
wafat.
Jadi, apakah hanya ini yang bisa dicapai seorang manusia di akhir
kehidupannya? Hanya seonggok tanah dengan penanda berupa batu nisan?
Seonggok tanah sebagai tanda bahwa di sini terbaring seseorang yang dulu
pernah hidup di dunia. Namun, siapakah orang ini? Tidak ada yang tahu
kecuali keluarganya.
Atau mungkin keluarganya juga telah lupa karena saya menemukan ada
beberapa makam yang tampak tidak terurus.
Pikiran saya langsung melayang ke saat anak pertama kami lahir. Dengan
penuh suka cita kami menyambut Kehidupan yang hadir di dunia ini melalui
kami tapi bukan dari kami.
Pertanyaan yang selalu berkecamuk di pikiran saya adalah, "Untuk apa
saya lahir dan hidup?"
Pertanyaan yang sama juga muncul saat saya melihat batu nisan, khususnya
saat saya melihat tanggal lahir dan wafat yang tertera di situ. Ada
yang usianya masih sangat muda. Ada yang sangat lanjut.
Saat seorang anak manusia lahir, ada yang langsung menghitung jam lahir,
hari, tanggal, bulan, tahun, dan menyimpulkan, "Wah, anak ini lahir
dengan membawa hoki yang besar. Anak ini akan jadi orang luar biasa".
Hal yang sama juga dilakukan saat seseorang meninggal. Komentar yang
saya biasa dengar adalah, "Wah, jam dan hari meninggalnya apik tenan.
Bagus sekali. Ia perginya lancar, enak, dan mudah."
Namun, apakah pentingnya hidup ini hanya dilihat dari saat kita lahir
atau meninggal?
Saat saya melihat batu nisan, tanggal lahir dan meninggal dipisahkan
oleh satu garis kecil, saya mendapat "aha". Justru yang paling penting
sebenarnya bukan tanggalnya tapi garis kecil itu.
Mengapa?
Karena garis kecil inilah sebenarnya hidup yang kita jalani. Garis kecil
ini tidak saja mewakili berapa lama kita hidup namun juga apa karya
kehidupan nyata yang kita lakukan selama menjalani hidup dan mengisi
kehidupan. Cukup lama saya berdiri di depan makam orang yang tidak saya
kenal dan merenungkan hal ini.
Saat lahir kita tidak membawa apa-apa. Demikian pula saat kita kembali
ke Sang Hidup. Lalu, apa yang perlu kita lakukan untuk menjalani hidup
supaya nanti saat "pergi" kita tidak hanya dikenang sebagai seonggok
gundukan tanah dengan penanda berupa batu nisan?
Cari dan temukan tujuan hidup atau life purpose. Tujuan hidup ini
levelnya paling tinggi dan di atas passion. Banyak orang bingung jika
diajak bicara tentang purpose. Purpose sebenarnya simple. Purpose is
about serving atau purpose adalah melayani.
Nah,bagaimana kita bisa melayani orang lain dengan tulus? Caranya mudah.
Lihat diri sendiri. Apa yang ingin kita lakukan pada diri kita? Apa
yang kita tahu pasti menyenangkan hati kita? Sekarang, dengan sikap dan
pemahaman ini, alihkan ke orang lain. Saat kita melayani orang lain kita
melepaskan fokus ego ke diri kita sendiri dan kita memusatkan perhatian
dan cinta kita kepada orang lain untuk bisa membahagiakan mereka.
Namun jangan salah mengerti. Langkah awal adalah anda perlu
membahagiakan diri anda sendiri. Mengapa? Karena kita tidak mungkin bisa
memberikan sesuatu yang tidak kita miliki.
Bagaimana caranya kita bisa melayani?
Lihat apa yang menjadi kekuatan kita. Jangan ikut-ikut orang lain.
Setiap orang punya kelebihan dan kekuatan. Fokuslah pada kekuatan
(talenta atau bakat) kita dan kembangkan hingga ke titik optimal.
Selanjutnya kita bisa melakukan karya kehidupan tidak saja untuk diri
kita sendiri, orang-orang yang kita cintai, juga untuk masyarakat di
sekitar kita.
Untuk bisa melakukan hal ini kita perlu perencanaan yang matang. Kita
perlu peta perjalanan hidup. Saat sekolah dulu apakah kita tahu ke mana
arah tujuan hidup kita? Saat kita menikah, apakah kita tahu hidup
seperti apa yang akan kita jalani?
Banyak orang merencanakan dengan sangat detil resepsi pernikahan mereka.
Bahkan saat ini banyak yang menggunakan EO (Event Organizer) yang mampu
mengatur dengan sangat rinci segala pernik yang dibutuhkan untuk bisa
membuat acara pernikahan berlangsung dengan lancar dan sukses. Dan tidak
lupa juga ada dokumentasi yang sangat lengkap yang merekam momen
bersejarah ini.
Pertanyaan selanjutnya adalah, "Setelah malam pesta pernikahan, apa yang
akan dilakukan pengantin baru ini? Apakah mereka juga telah merancang
hidup mereka dengan begitu detil?"
Umumnya tidak. Banyak yang tidak merenanakan hidup yang akan mereka
jalani. Itulah sebabnya Florence Littaeuer dengan sangat bijak berkata,
melalui salah satu bukunya, "After every wedding comes a marriage".
Kalo menikah kita bisa minta bantuan EO. Namun untuk hidup kita harus
merancang semuanya sendiri. Kita adalah EO untuk hidup kita sediri. Jika
kita tidak merancang apa yang akan kita jalani maka seringkali orang
lain yang akan melakukannya untuk kita dan ini tentunya tidak akan
sejalan dengan yang kita inginkan.
Pada tataran yang lebih hakiki sebenarnya setiap detik kehidupan adalah
momen bersejarah yang diabadikan oleh kamera kesadaran diri. Dengan
kesadaran ini maka kita akan memanfaatkan waktu dengan hati-hati dan
sungguh-sungguh.
Saat kita menjalani hidup sesuai dengan purpose maka saat itu kita
menyalakan api lilin kehidupan kita. Pada momen ini kita bisa menjadi
terang bagi orang lain. Dan yang lebih penting lagi kita bisa berbagi
api untuk menghidupkan lilin orang lain.
Perjalanan hidup mengajarkan saya satu hal penting yaitu kebermaknaan
hidup dinilai bukan dari berapa banyak yang bisa kita dapatkan dari
kehidupan tetapi berdasarkan berapa banyak yang bisa kita kembalikan
kepada Kehidupan melalui karya nyata hidup kita.
Saya akhiri tulisan ini dengan satu kata mutiara yang sungguh indah,
"When you were born, you cried and the world rejoiced. Live your life in
such a manner that when you die the world cries and you rejoice."
* Adi W. Gunawan, lebih dikenal sebagai Re-Educator and Mind Navigator,
adalah pakar pendidikan dan mind technology dan neuro-feedback,
pembicara publik, dan trainer yang telah berbicara di berbagai kota
besar di dalam dan luar negeri.
|
|
Categories
|
|